Adapun puisi baru sudah mulai meninggalkan aturan-aturan dalam puisi lama. Hanya saja dalam puisi baru masih memperhatikan jumlah baris dalam tiap baitnya.
Sedangkan puisi kontemporer sudah jauh lebih bebas dari segala aturan seperti yang ada pada puisi lama dan bahkan puisi baru. Puisi kontemporer biasanya mengutamakan isi daripada bentuknya. Misalnya, rima, irama dan yang lainnya, tidak lagi terlalu diperhatikan dalam penyusunan puisi kontemporer. Meskipun puisi kontemporer telah bebas dari segala aturan seperti yang mengikat pada puisi lama dan bahkan puisi baru, tetapi ia tetap berbentuk puisi yang memiliki perbedaan dengan karya sastra yang lain. Karya sastra puisi tetap menggunakan bahasa yang singkat dan padat. Pemilihan kata atau diksi dalam puisi juga harus sangat selektif dan ketat. Kehadiran kata-kata dan ungkapan dalam puisi harus diperhitungkan dari berbagai segi, seperti makna, kekuatan citraan, dan jangkauan simboliknya.
Adapun macam-macam puisi lama adalah sebagai berikut.
1. Mantra. Mantra merupakan puisi tua. Keberadaannya pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan. Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung besar2.Gurindam. Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India), yang sajak akhirnya berirama a – a ; b – b; c – c dst, dan isinya merupakan nasihat yang cukup jelas yakni menjelaskan atau menampilkan suatu sebab akibat. Contoh :
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
Kurang pikir kurang siasat (a)3. Syair. Syair adalah puisi lama yang berasal dari Arab, dan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) setiap bait terdiri dari 4 baris, 2) setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata, 3) bersajak a – a – a – a, dan 4) semuanya isi, tidak ada sampiran. Contoh :
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang ( b )
Jika suami tiada berhati lurus ( c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )
Pada zaman dahulu kala (a)4. Pantun. Pantun adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat. Ciri-cirinya adalah: 1) setiap bait terdiri dari 4 baris, 2) baris 1 dan 2 sebagai sampiran, 3) baris 3 dan 4 merupakan isi, 4) bersajak a – b – a – b, dan 5) setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata. Contoh:
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Negeri bernama Pasir Luhur (a)
Tanahnya luas lagi subur (a)
Rakyat teratur hidupnya makmur (a)
Rukun raharja tiada terukur (a)
Raja bernama Darmalaksana (a)
Tampan rupawan elok parasnya (a)
Adil dan jujur penuh wibawa (a)
Gagah perkasa tiada tandingnya (a)
Ada pepaya ada mentimun (a)5. Bidal. Bidal adalah bahasa berkias untuk mengungkapkan perasaan yang sehalus-halusnya, hingga orang lain yang mendengarkan harus mendalami dan meresapi arti serta maksud dalam hatinya sendiri, biasanya berisi nasihat, sindiran, peringatan, dan sebagainya. Menurut penggunaannya bidal bisa diklasifikasikan menjadi: pepatah, perumpamaan, tamsil, ibarat, amsal, pemeo, peribahasa, ungkapan, dan perumpamaan.
Ada mangga ada salak (b)
Daripada duduk melamun (a)
Mari kita membaca sajak (b)
Pepatah, adalah kiasan tepat yang berupa kalimat sempurna dan pendek, pada mulanya dimaksudkan untuk mematahkan pembicaraan orang lain. Contoh:
1. Buruk muka cermin dibelah.
2. Anjing menyalak takkan menggigit.
3. Besar bungkus tak berisi.
Perumpamaan, adalah majas yang berupa perbandingan dua hal yang pada hakikat berbeda, tetapi sengaja dianggap sama (secara eksplisit dinyatakan dengan kata-kata pembanding umpama, bak, bagai, seperti, ibarat, dsb). Contoh:
1. Soraknya seperti gunung runtuh.
2. Wajahnya laksana bulan kesiangan.
3. Seperti mendapat durian runtuh.
Ibarat, adalah perbandingan dengnan seterang-terangnya dengan keadaan alam sekitarnya, yang mengandung sifat puisi di dalamnya. Contoh:
1. Hendaklah seperti tembikar, pecah satu pecah semua.
2. Ibarat bunga, segar dipakai layu dibuang.
3. Bagai anak ayam kehilangan induk, selalu saja dalam kebingungan.
Amsal, adalah kalimat pendek untuk mengajarkan suatu kebenaran. Contoh:
1. Biar badan penat, asal hati suka.
2. Boleh dipelajari, jangan diikuti (untuk sesuatu yang jelek).
Tamsil, adalah kiasan pendek yang bersajak dan berirama, seperti pantun kilat atau karmina. Contoh:
1. Ada ubi ada talas, ada budi ada balas.
2. Tua-tua keladi, makin tua makin menjadi.
3. Dekat kabut mata tertutup, dekat maut maaf tertutup.
Pemeo, adalah kata-kata atau kalimat-kalimat singkat baik yang mengandung ejekan atau semangat, yang ditiru dari ucapan seseorang, dan kemudian sering diucapkan atau dipakai dalam masyarakat. Contoh:
1. Sekali merdeka, tetap merdeka!
2. Maju terus, pantang mundur!
3. Rawe-rawe rantas, malang-malang putung!
Adapun puisi baru, berdasarkan bentuknya bisa dibedakan sebagai berikut:
1. Distikon, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai). Contoh:
Di pasar baru mereka2. Tersina, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai). Contoh:
lalu mengada-menggaya
Meningkat sudah kesal
tak tahu apa dibuat
(Chairil Anwar)
Dalam ribaan pagi bahagia datang3. Kuatrain, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai). Contoh:
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana
Dalam bahagia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mengwarna bagaikan sari
(Sanusi Pane)
Aku menimbang-nimbang mungkin4. Kuint, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai). Contoh:
Kita berdua menjadi satu
Gaji dihitung-hitung
Cukup tidak untuk berdua
Hati ingin sempurna dengan engkau
Sama derita sama gembira
Kepala pusing-pusing menimbang-nimbang
Menghitung-hitung uang bagi kita
(Armyn Pane)
Satu-satu perasaan5. Sektet, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai). Contoh:
Yang saya rasakan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
(Or Mandank)
Di kelam hitam mengepung6. Septime, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai). Contoh:
Menjerit peluit kereta malam
Merintih ke langit
Derita hidup mengepung
Menjerit bangsaku sedang berjuang
Merintih ke langit
(Nursyamsu)
Duduk di pantai tanah yang permai7. Stanza / Oktava, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain atau puisi delapan seuntai). Contoh:
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulaudi lautan hijau
Gunung-gemunung bagus rupanya
Dilimpahi air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya.
(Muh. Yamin)
Awan datang melayang perlahan8. Soneta, adalah puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua, dua bait pertama masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris. Soneta berasal dari kata sonneto (Itali) perubahan dari kata sono yang berarti suara. Jadi dapat dikatakan bahwa soneta adalah puisi yang bersuara. Di Indonesia soneta masuk dari negeri Belanda diperkenalkan oleh Muh. Yamin dan Roestam Effendi, karena itulah mereka berdualah yang dianggap sebagai ”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada syarat-syarat soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat belas baris). Contoh:
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa sendiri
Bertambah halus, akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupaan teduh tenang.
(Sanusi Pane)
Gita Gembala9. Sanjak Bebas, adalah suatu bentuk sanjak yang tidak dapat diberi nama dengan nama-nama yang sudah tertentu baik dalam puisi lama maupun puisi baru. Yang dipentingkan dalam jenis ini adalah kandungan isi bukan bentuk. Kandungan isi dimaksudkan sebagai ekspresi bebas dari jiwanya, dari pengungkapan rasa pribadinya. kalau perlu bahasa pun dapat tunduk kepada isinya. Sanjak-sanjak ini merupakan salah ciri angkatan 45, sebuah salah satu perwujudan dari gelora jiwanya. Contoh:
Lemah gemulai lembut derana
Bertiuplah angin sepantun ribut
Menuju gunung arah ke sana
Membawa awan bercampur kabut
Dahan bergoyang sambut menyambut
Menjatuhkan embun jernih warnanya
Menimpa bumi beruap dan lembut
Sebagai benda tiada berguna
Jauh di sana diliputi awan
Terdengar olehku bunyi nan rawan
Seperti permata di dada perawan
Alangkah berahi rasanya jantung
Mendengarkan bunyi suara kelintung
Melagukan gembala membawa untung
(Muh. Yamin)
AkuSanjak karya Chairil Anwar di atas menggambarkan pemberontakan jiwanya, semangat hidupnya yang menuntut kebebasan.
Kalau sampai waktuku
’Ku mau tak seorang ’kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Adapun puisi kontemporer bisa dibedakan menjadi beberapa ragam sebagai berikut:
1. Puisi Tanpa Kata, yaitu puisi yang sama sekali tidak menggunakan kata sebagai alat ekspresinya. Sebagai gantinya di gunakan titik-titik, garis, huruf, atau simbol-simbol lain.
2. Puisi Mini Kata, yaitu puisi kontemporer yang menggunakan kata dalam jumlah yang sangat sedikit, dilengkapi dengan symbol lain yang berupa huruf, garis, titik, atau tanda baca lain.
3. Puisi Multi Lingual, yaitu puisi kontemporer yang menggunakan kata atau kalimat dari berbagai bahasa, baik bahasa daerah maupun bahasa asing.
4. Puisi Tipografi, yaitu puisi kontemporer yang memandang bentuk atau wujud fisik puisi mampu memperkuat ekspresi puisi. Bahkan wujud fisik puisi dipandangg sebagai salahh satu unsure puisi, sebagai suatu tanda yang memiliki makna tertentu, yang tidak terlepas dari keseluruhan makna puisi.
5. Puisi Supra Kata, yaitu puisi kontemporer yang menggunakan kata-kata konvensional yang dijungkir-balikkan atau penciptaan kata-kata baru yang belum pernah ada dalam kosakata bahasa Indonesia. Puisi macam ini lebih mementingkan aspek bunyi dan ritme, sehingga merangsang timbulnya suasana magis (cenderung sebagai puisi mantra).
6. Puisi Idiom Baru. Puisi ini dibedakan dengan puisi konvensional terutama oleh penggunaan idiom-idiom baru yang terdapat didalamnya. Puisi idiom baru tetap menggunakan kata sebagai alat ekspresinya, tetapi kata tersebut dibentuk dan diungkapkan dengan cara baru, diberi nyawa baru. Digunakan idiom-idiom baru yang belum pernah dijumpai sebelumnya.
7. Puisi Mbeling. Puisi ini pada umumnya mengandung unsur humor, bercorak kelakar. Dalam puisi ini sering terdapat unsure kritik, terutama kritik sosial. Puisi mbeling tidak meng’haram’kan penggunaan suatu kata. Semua kata mempunyai hak yang sama dalam penulisan puisi ini.
Comments
Post a Comment