Ditulis oleh Adin
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Islam memperkenankan kepada setiap muslim, bahkan
menyuruh supaya geraknya baik, elok dipandang dan hidupnya teratur dengan rapi
untuk menikmati perhiasan dan pakaian yang telah dicipta Allah.
Adapun tujuan pakaian dalam pandangan Islam ada dua
macam; yaitu, guna menutup aurat dan berhias. Ini adalah merupakan pemberian
Allah kepada umat manusia seluruhnya, di mana Allah telah menyediakan pakaian
dan perhiasan, kiranya mereka mau mengaturnya sendiri.
Alah SWT berfirman:
“Hai anak-cucu Adam! Pakailah perhiasanmu di tiap-tiap
masjid dan makanlah dan minumlah tetapi jangan berlebih-lebihan (boros).”
(al-A‘raf: 31).
“Siapakah yang berani mengharamkan perhiasan Allah
yang telah dikeluarkan untuk hambaNya dan begitu juga rezeki-rezeki yang baik
(halal)?” (al-A‘raf: 32)
Berhias atau berdandan adalah sifat fitrah seorang
wanita, dimana secara naluri para wanita umumnya punya kecendurngan untuk
tampil cantik dan menarik. Ini barangkali berhubungan dengan jiwa wanita yang
suka pada keindahan dan kebersihan ketimbang laki-laki. Naluri ini adalah
karunia Allah yang harus disyukuri.
Dalam pelaksanaannya, naluri untuk tampil cantik dan
berhias ini telah Allah berikan juklaknya, sehingga tidak salah jalan yang
hanya akan mengakibatkan kerugian dan kerusakan bagi pelakunya.
Ini mirip dengan naluri untuk makan yang merupakan
semua karunia yang harus disyukuri. Namun naluri itu perlu dibuatkan koridornya
agar tidak mencelakakan diri sendiri. Misalnya Allah melarang untuk memakan
makanan yang merusak diri sendiri dan juga yang menghilangkan akal pikiran.
Semuai itu diberlakukan agar nikmat ini terjaga dan berfaedah, bukan merusak
dan manghancurkan sang hamba.
Dalam masalah wanita berhias, maka batasan yang Allah
tetapkan adalah:
1. Kepada suami
Istri wajib tampil cantik dan semenarik mungkin di
depan suami. Dan semua itu akan melahirkan pahala yang besar dari Allah.
2. Kepada laki-laki yang mahram dan sesama wanita
muslimah
Seorang wanita boleh menampakkan sebagian tubuhnhya
seperti kepala, leher, tangan, kaki dan bagian lain yang memang dibolehkan
secara syar‘I di depan kelaurganya yang masih mahram. Namun tidak boleh
menampakkan bagian seperti aurat besar dan lainnya. Bedandan di depan mereka
pun tidak menjadi masalah asal masih dalam batas yang wajar dan tidak vulgar.
3. Kepada laki-laki non mahram dan wanita kafir
Keduanya punya kedudukan yang sama yaitu diharamkan
menampakkan bagian tubuh dan berhias di depan mereka. Apalagi
melenggak-lenggokkan tubuh untuk menarik syahwat laki-laki asing/non mahram.
Islam menentang sikap berlebih-lebihan dalam berhias
sampai kepada suatu batas yang menjurus kepada suatu sikap mengubah ciptaan
Allah yang oleh al-Quran dinilai, bahwa mengubah ciptaan Allah itu sebagai
salah satu ajakan syaitan kepada pengikut-pengikutnya, dimana syaitan akan
berkata kepada pengikutnya itu sebagai berikut:
“Sungguh akan kami pengaruhi mereka itu, sehingga mereka mau mengubah ciptaan Allah.” (an-Nisa‘: 119)
“Sungguh akan kami pengaruhi mereka itu, sehingga mereka mau mengubah ciptaan Allah.” (an-Nisa‘: 119)
Batasan Tabarruj/Berhias:
Yang mengeluarkan seorang perempuan muslimah dari
batas tabarruj yang selanjutnya disebut kesopanan Islam, yaitu hendaknya dia
dapat menepati hal-hal sebagai berikut:
A) Ghadh-dhul Bashar (menundukkan pandangan), sebab
perhiasan perempuan yang termahal ialah malu, sedang bentuk malu yang lebih
tegas ialah: menundukkan pandangan, seperti yang difirmankan Allah: “Katakanlah
kepada orang-orang mu‘min perempuan hendaklah mereka itu menundukkan sebagian
pandangannya.”
B) Tidak bergaul bebas sehingga terjadi persentuhan
antara laki-laki dengan perempuan, seperti yang biasa terjadi di gedung-gedung
bioskop, ruangan-ruangan kuliah, perguruan-perguruan tinggi,
kendaraan-kendaraan umum dan sebagainya di zaman kita sekarang ini.
Sebab Ma‘qil bin Yasar meriwayatkan, bahwa Rasulullah
s.a.w. Pernah bersabda sebagai berikut:
“Sungguh kepala salah seorang di antara kamu ditusuk dengan jarum dari besi, lebih baik daripada dia menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya.” (Riwayat Thabarani, Baihaqi, dan rawi-rawinya Thabarani adalah kepercayaan)
“Sungguh kepala salah seorang di antara kamu ditusuk dengan jarum dari besi, lebih baik daripada dia menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya.” (Riwayat Thabarani, Baihaqi, dan rawi-rawinya Thabarani adalah kepercayaan)
Wallahu A‘lam Bish-Showab,
Wassalamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.
Comments
Post a Comment