Dalam konteks kreativitas, mengenali diri menjadi unsur yang amat penting. Mengapa? Lantaran, untuk jadi kreatif, tersedia beragam jalan: bukan satu jalan yang sama untuk semua orang. Tanpa mengenali diri sendiri, seseorang mungkin menempuh jalan yang keliru dan niscaya perlu waktu lama untuk meraih apa yang ia inginkan.
Studi yang dilakukan oleh Hal Gregersen, guru besar manajemen di INSEAD—salah satu sekolah manajemen terbaik di dunia, berusaha mengetahui apakah mendiang Steve Jobs dan Jeff Bezos, pendiri Amazon.com, menempuh cara serupa untuk menjadi orang yang kreatif? Jawabannya: tidak.
Kedua orang itu memiliki kesamaan sekaligus perbedaan. Untuk jadi kreatif dan meraih sukses, mereka sama-sama memiliki discovery skill, yang oleh Gregersen dipahami sebagai sejenis keterampilan dalam ‘menemukan’ sesuatu. Orang-orang inovatif ini menghabiskan 50% lebih banyak waktu mereka untuk menemukan sesuatu dibandingkan dengan CEO yang tidak punya rekam-jejak inovasi. Perbedaannya, discovery skill mereka ternyata berbeda.
Terdapat lima jenis discovery skill yang diperlukan seseorang untuk menjadi entrepreneur inovatif dan kreatif, yaitu associating, observing, experimenting, questioning, dan networking. Kelima keterampilan itu tidak harus dikuasai seluruhnya, cukup salah satu saja. Mereka tidak menemukan seorang entrepreneur sempurna yang menguasai kelima keterampilan itu sekaligus.
Bezos, umpamanya, hebat dalam ‘eksperimentasi’ dan Jobs luar biasa kuat dalam ‘asosiasi’. Cook, pendiri Intuit, lebih mahir dalam keterampilan ‘observasional’. Sedangkan Marc Benioff, pendiri Salesforce.com, kuat dalam ‘networking’. Discovery skill tersebut bukan sekedar keterampilan, tapi sudah menjadi ‘habit’ dan bahkan ‘way of life’ para inovator tersebut.
Kelima discovery skills itu ialah:
Membuat asosiasi
Seorang entrepreneur kreatif mampu menghubungkan noktah-noktah (‘connect the dots’) untuk menciptakan koneksi-koneksi yang tidak terduga. Mereka mampu menyepadukan kepingan-kepingan informasi yang tampak berserakan hingga kemudian ‘Woowww!’. Mengejutkan, Anda dapatkan gagasan baru yang inovatif.
Keterampilan berpikir asosiatif (associational thinking) dapat diasah karena otak manusia mampu membuat sintesis-sintensis. Keterampilan ini membantu inovator menemukan arah baru dengan cara membuat koneksi-koneksi di antara berbagai pertanyaan, beragam persoalan, ataupun beraneka gagasan yang sepintas terlihat tidak berhubungan. Mereka kemudian menemukan pola tertentu.
Mengobservasi
Sebagian entrepreneur yang paling inovatif merupakan ‘intense observer’. Ambillah contoh Scott Cook, pendiri Intuit. Kepada Gregersen Cook berbicara perihal bagaimana ia mendapatkan gagasan awal untuk membuat perangkat lunak Quicken. Cook memperhatikan dengan cermat bagaimana isterinya sangat frustrasi menyusun data keuangan mereka. Ia membeli beberapa perangkat lunak yang ternyata masih juga membikin istrinya frustrasi. Cook lalu terpantik untuk membuat perangkat lunak yang dapat membantu isterinya ‘memecahkan persoalan secara lebih efektif.’
Seorang intense observer senang memperhatikan secara cermat dunia di sekeliling mereka, mulai dari perilaku pelanggan, produk yang laku dan yang tidak, jasa yang banyak diminati, teknologi, hingga kondisi perusahaan. Observasi intensif membantu mereka dalam memperoleh insight tentang cara-cara baru dalam mengerjakan sesuatu.
Bereksperimentasi
Sejak remaja Jeff Bezos, pendiri Amazon, tumbuh berkembang bersama sikap dan mindset bereksperimentasi. Setiap kali dihadapkan dengan tantangan, ia berusaha mencari solusinya.
Sikap dan mindset itu dibawa Bezos saat mengelola Amazon.com. Mula-mula, gagasan menjual buku melalui internet dilakukan tanpa inventori (stok). Ia lalu bereksperimentasi untuk membangun gudang penyimpanan buku. Ia membangun Amazon berdasarkan eksperimen dengan berulang kali menyegarkan model bisnisnya.
Mereka yang kuat dalam bereksperimentasi cenderung terus berusaha mendapatkan pengalaman baru dan mencoba mempraktekkan gagasan baru. Mereka tidak henti-henti mengeksplorasi dunia dengan berbagai percobaan. Mereka tidak takut gagal.
Terus Bertanya
Mengapa bertanya itu penting? Kita dapat mengobservasi dunia atau melakukan eksperimen, tapi jika kita tidak mempunyai pertanyaan di dalam benak, rasanya kita tidak akan pernah melakukan observasi ataupun ekseperimentasi. Dalam diri entrepreneur inovatif, kata Gregersen, mentalitas bertanya ini menjadi-jadi.
Inovator selalu mengajukan pertanyaan yang menunjukkan passion mencari. Pencarian ini seringkali menantang status quo. Mereka senang bertanya, “Jika kita lakukan ini, apa yang akan terjadi?” Pertanyaan-pertanyaan itu akan memprovokasi lahirnya wawasan baru, kemungkinan baru, dan arah baru.
Membangun jejaring
Biasanya, jika kita berpikir tentang networking, kita memikirkannya dalam pengertian pekerjaan, karier, atau kehidupan sosial. Maknanya jadi lain bila kita berbicara kreativitas. Para entrepreneur kreatif mencari orang-orang yang “sama sekali berbeda dalam hal perspektif” dan membahas secara teratur ide-ide mereka “untuk memperoleh sudut pandang yang divergen.” Mereka tidak mempedulikan perbedaan gender, usia, dan sebagainya.
Para inovator menghabiskan banyak waktu dan energi untuk menemukan dan menguji berbagai gagasan melalui jaringan individu yang berbeda-beda latar belakang maupun perspektifnya. Bahkan mereka berusaha berbicara dengan orang-orang yang mungkin menawarkan pandangan yang bertolak belakang. Hingga akhirnya mereka mendapatkan ide terbaik.
Bila kelima discovery skills tersebut dapat dilatih dan diasah, bagaimana cara melakukannya? Bertindaklah seperti anak kecil, begitu nasihat Gregersen. Tentu saja, tidak mungkin 100 persen begitu terus. Itu absurd. “Kita orang dewasa dan kita harus menjalankan bisnis,” kata Gregersen. Jadi? “Cukup 20 hingga 25% dari waktu kita, bertindaklah seperti anak berusia empat tahun lagi.” ***
SOURCE : http://jelselfa93.wordpress.com/2013/12/07/lima-keterampilan-agar-kreatif-2/
Comments
Post a Comment