A. INFORMASI UMUM
1. Letak Geografis dan Luas Danau
Danau Rawapening terletak pada Astronomi 704‘ LS - 7030‘ LS dan 1100 24‘46‘‘ BT – 110049‘06‘‘ BT, dan berada di ketinggian antara 455 – 465 meter di atas permukaan laut (dpl) serta dikelilingi oleh tiga Gunung: Merbabu, Telomoyo, dan Ungaran. Letak Danau ini strategis karena berada di tepian jalan raya Nasional Semarang - Solo dan Semarang – Yogyakarta, serta berada di jalan antar Ambarawa – Kota Salatiga.
Secara administrasi Danau Rawapening berada di Kabupaten Semarang, dan daerah tangkapannya sebagian besar berada di Kabupaten Semarang serta hanya sebagian kecil berada di Kota Salatiga tepatnya wilayah Kecamatan Sidomukti dan Kecamatan Argomulyo (lihat peta 1). Areal danau Rawapening secara administratif masuk 4
Kecamatan di Kabupaten Semarang yakni :
- Sebelah Utara : Kecamatan Bawen
- Sebelah Selatan : Kecamatan Banyubiru
- Sebelah Timur : Kecamatan Tuntang
- Sebelah Barat : Kecamatan Ambarawa
2. Iklim
Berdasarkan klasifikasi Oldeman, Danau Rawapening termasuk zone C, dan zone D, dan berdasarkan klasifikasi iklim Koppen beriklim Af sehingga klasifikasi iklimnya memiliki ciri sebagai iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi. Suhu rata-rata antara 25OC - 29OC serta kelembaman udara antara 70-90%.3. Curah Hujan
Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik Kabupaten Semarang, jumlah curah hujan pada tahun 2005 ada 133 hari, dengan curah hujan rata-rata 2.387 mm per tahun. Musim penghujan terjadi selama enam bulan (bulan basah) terjadi pada bulan November sampai dengan April, dan musim kemarau selama enam bulan (bulan kering) terjadi pada Mei sampai dengan Oktober dan puncak masa kekeringan terjadi antara bulan Agustus sampai dengan September. Lebih jelasnya lihat hydrograph curah hujan harian dua stasiun rata- rata tahun 2003 – 2007.4. Hidrologi
Kondisi hidrologi meliputi kondisi air permukaan dan air tanah. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh topografi, vegetasi dan jumlah curah hujan. Berdasarkan topografi Danau Rawapening terletak di daerah yang rendah dan merupakan lembah yang dikelilingi oleh daerah yang tinggi (pegunungan dan perbukitan) serta terbendung di Kali Tuntang. Kondisi ini menyebabkan jumlah air di danau mengalami penambahan terus-menerus, sementara air yang keluar hanya sedikit. Namun penambahan air juga membawa material-material yang diendapkan di danau sehingga memberi sumbangan endapan yang cukup besar.Jenis tanah atau jenis endapan di danau adalah kedap air, sehingga danau mampu menampung air. Vegetasi yang ada disekeliling danau cukup banyak sehingga mam pu untuk menyimpan air dan mengeluarkannya melalui mata air-mata air yang mengalir ke danau melalui sungai dan mata air. Dengan demikian jumlah air di Danau Rawapening dipengaruhi langsung oleh banyaknya curah hujan, air tanah yang muncul sebagai mata air (spring) dan aliran permukaan (air sungai). Dan secara tidak langsung oleh kondisi topografi dan aktifitas manusia. Oleh karena sedimentasi terjadi secara terus-menerus, maka sejak tahun 1970 pada saat musim penghujan danau ini sering di landa banjir terutama di DAS Tuntang Hilir, yaitu di Kabupaten Demak dan Grobogan.
(1) Sub-DAS Galeh, terdiri dari Sungai Galeh dan Sungai Klegung
Sub DAS Galeh melewati daerah di Kecamatan Banyubiru (Desa Wirogomo, desa Kemambang, Desa Rowoboni, Desa Tegaron, desa Kebondowo, Desa Banyubiru dan desa Ngrapah) dan Kecamatan Jambu (Desa Bedono, Kelurahan, Brongkol, Rejosari dan Desa Banyukuning). Luas sub DAS Galeh mencapai 6.121 ha.(2) Sub-DAS Torong, yaitu Sungai Torong
Sub DAS Torong melewati daerah di Kecamatan Ambarawa dan Bandungan (desa Ngampin, Panjang dan Pojoksari). Berdasarkan letaknya sub DAS Torong berada di sebelah barat danau Rawapening, dengan luas wilayah 2.687 ha. Sub DAS Torong juga melewati daerah Kecamatan Jambu (Desa Jambu, Gondoriyo, Kuwarasan, Kebondalem dan Genting). DAS Torong berada di sebelah barat danau Rawapening, dengan luas wilayah 2.687 ha.(3) Sub-DAS Panjang, terdiri dari Sungai Panjang dan Sungai Kupang
Sub DAS Panjang melewati daerah di Kecamatan Ambarawa dan Bandungan (Kelurahan Bejalen, Desa Lodoyong, Kranggan, Pasekan, Baran, Jetis, Duren, Bandungan, Kenteng dan Candi). Berdasarkan letaknya sub DAS Panjang berada di sebelah utara danau Rawapening, dengan luas wilayah 4.893,24 ha.(4) Sub-DAS Legi, yaitu Sungai Legi
Sub DAS Legi melewati daerah di Kecamatan Banyubiru (Desa Sepakung dan sebagian desa Rowoboni) yang wilayahnya memanjang dari bagian hulu di lereng gunung Telomoyo hingga bermuara ke danau Rawapening.(5) Sub-DAS Parat, yaitu Sungai Parat
Sub DAS Parat melewati daerah di Kecamatan Banyubiru (Desa Gedong dan desa Kebumen), Kecamatan Tuntang (Desa Gedangan, Desa Kalibeji dan desa Rowosari). Sub DAS Parat berada di sebelah selatan danau Rawapening, dengan luas wilayah 4.638,35 ha yang meliputi 16 desa dari 3 Kecamatan (Banyubiru, Getasan dan Tuntang) Kabupaten Semarang. Sungai utamanya adalah sungai Parat dan sungai Muncul dengan mata air di punggung Gunung Merbabu dan Gunung Gajah Mungkur.Kecamatan Getasan menjadi wilayah sub-DAS Parat yang wilayahnya meliputi Desa Kopeng, Polobogo, Manggihan, Getasan, Wates, Tolokan, Ngrawan, dan Desa Nogosaren.
(6) Sub-DAS Sraten, yaitu Kali Sraten
Sub DAS Sraten hanya melewati daerah di Kecamatan Getasan, yaitu; Desa Batur, Tajuk, Jetak, Samirono, dan Desa Sumogawe.(7) Sub-DAS Rengas, terdiri dari Sungai Rengas dan Sungai Tukmodin
Sub DAS Rengas hanya melewati daerah di Kecamatan Ambarawa dan Bandungan meliputi kelurahan Tambakboyo, Kelurahan Kupang dan desa Mlilir. Berdasarkan letaknya sub DAS Rengas berada di sebelah utara Danau Rawapening, dengan luas wilayah 1.751 ha.(8) Sub-DAS Kedung Ringin, yaitu Sungai Kedung Ringin
Sub DAS Kedungringin melewati daerah Kecamatan Tuntang (Desa Kesongo, Lopait dan Desa Tuntang). Sub DAS Kedungringin berada di sebelah timur Danau Rawa Pening, dengan luas catchment area 774,86 ha. Di sub-sub DAS Kedungringin mengalir sungai Ngreco, Ndogbacin dan sungai Praguman, yang ketiganya bermuara di Danau Rawapening. Sub DAS Kedungringin merupakan sub DAS yang paling kecil, dengan mata air di sekitar Gunung Kendil.(9) Sub-DAS Ringis, yaitu Sungai Ringis
Sub DAS Ringis melewati daerah Kecamatan Tuntang tepatnya di Desa Jombor, Kesongo dan Desa Candirejo serta Kecamatan Sidorejo (Kelurahan Sidorejo, Blotongan), dan Kecamatan Argomulyo (Kelurahan Pulutan dan Mangunsari) Kota Salatiga. Sub DAS Ringis berada di sebelah timur Danau Rawapening luas catchment area 1.584,84 ha yang terdiri dari 7 desa/Kelurahan 3 Kecamatan (Tuntang Kabupaten Semarang, Sidomukti dan Sidorejo Kota Salatiga). Di sub-sub DAS Ringis mengalir Sungai Tengah dan Sungai Tapen, yang keduanya bermuara di danau Rawapening.Aliran air yang keluar dari Danau Rawapening bermuara pada satu pintu, yakni Sungai Tuntang yang terletak dibagian timur laut Danau Rawapening. Hal ini terjadi karena bagian timur laut letaknya lebih rendah dan air mengalir terus ke Kabupaten Demak dan Kabupaten Grobogan hingga laut Jawa.
5. Topografi dan Tata Guna Lahan
Topografi Danau Rawapening berbentuk tanah datar dan merupakan lembah yang dikelilingi oleh daerah yang tinggi (pegunungan dan perbukitan) serta terbendung di Kali Tuntang. Untuk daerah dataran tinggi (daerah hulu) mempunyai bentuk topografi bervariasi yaitu datar, agak bergelombang, bergelombang, berbukit, berbukit terjal, sampai pegunungan, karena berada di kaki gunung.Di Kecamatan Getasan, sebagai salah kecamatan dalam kawasan Sub DAS Rawapening, dimana desa-desanya termasuk dalam kawasan berbagai sub DAS Parat dan Sub DAS Sraten, mempunyai karakteristik topografi bervariasi yaitu datar, agak bergelombang, bergelombang, berbukit, berbukit terjal, sampai pegunungan. Daerah topografi datar dengan kelerengan antara 0% -2%, berada di sekitar muara Sub-sub DAS Parat (berlokasi di sekitar Danau Rawapening). Kelerengan antara 8% - 25% terdapat di kaki Gunung Merbabu, kelerengan terjal yaitu lebih dari 45% terdapat di sekitar Gunung Gajah Mungkur. Sub-sub DAS Sraten mempunyai bentuk topografi yang relatif datar, dengan kelerengan antara 0 % -15 %. Kondisi tanah datar dengan kelerengan antara 0 – 8 % berada di sekitar danau Rawapening. Kelerengan antara 8 % - 15 % terdapat di kaki Gunung Merbabu.
6. Fungsi dan Manfaat Danau
Fungsi utama dari Danau Rawapening untuk menahan laju aliran air permukaan dan menampung aliran permukaan yang kemudiaan dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan masyarakat.Hingga tahun 2009, Danau Rawapening dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, diantaranya :
(1) Supply air untk PLTA (Perusahaan Listrik Tenaga Air) Jelok dimana PLTA Jelok merupakan bagian dari interkoneksi listrik Jawa Bali.
(2) Irigasi pertanian bagi sawah di Kabupaten Semarang, Kabupaten Demak dan
Kabupaten Grobogan.
(3) Pengendali banjir daerah hilir terutama di Kabupaten Demak dan Kabupaten
Grobogan.
(4) Kegiatan pariwisata yaitu untuk Wisata Air maupun Agro Wisata.
(5) Kegiatan perikanan darat baik perikanan alami maupun perikanan budidaya. (6) Penyedia air baku dan air untuk industri.
(7) Persawahan pasang surut. (8) Handicraft.
(9) Penambang gambut sebagai bahan dasar pupuk organik dan sarana budidaya jamur.
B. KARAKTERISTIK DANAU
1. Keanekaragaman Hayati Danau
Enceng Gondok (eichhornia Erassipers (Mart.) Solms) merupakan jenis yang paling dominan (Kristyanto, 1978). Lebih lanjut populasi enceng gondok diperkirakan menutupi kira-kira 200 – 210 Ha (Soewardi, lihat Kristyanto, 1978). Pengamatan lapangan selintas, ditemukan bahwa populasi hidrila vercilata dan najas indica mendominasi daerah subpermukaan air. Kehadiran hidrila vercilata tidak hanya di danau Rawapening tetapi juga di danau Poso, Sulawesi Tengah dan danau Oopa di Sulawesi Tenggara (Mulyani, 1988).Jenis-jenis ikan yang pernah hidup dan berkembang di Rawapening sebanyak 17 jenis, terdiri dari : Anabas testudineus, Chela oxygastroides, Clarias batrachus, Ctenophraryngodon idella, Helostoma temmincki, Monopterus albus, Nemachilus fasciatus, Ophiocephalus striatus, Osteochilus hasselti, Panchax, Puntius binotatus, Puntius javanicus, Puntius orphiodes, Rasbora sp, Tilapia mossambica, Trichogaster pectoralis. Trichogaster trichopterus. Jenis yang paling dominan adalah ikan nilem (Osteochlius haselti) yang diperkirakan jumlahnya mencapai 43,7%, dan ikan kutuk (Ophiocephalus striatus), sedangkan sisanya adalah jenis ikan lainnya.
Zooplankton yang ditemukan di Danau Rawa Pening pada tahun 1979 tediri dari 17 marga yang merupakan kelompok dari Cladocera, Copepoda, Ostracoda, dan Rofifera (Soetjipta, dkk, 1979). Pemantauan zooplankton pada tahun 1994 ditemukan 12 marga zooplankton. Contoh marga-marga tersebut adalah Aiona, Asplanchna, Brachionus, Cyclops, Cypris, Daphnia, Diaphanosoma, Filinia, Kelicottia, Keratella, Moina, dan Polyrthra (Sastrodihardjo/unpblished).
Fitoplankton di Danau Rawapening yang pernah diamati terdiri dari 173 individu fitoplankton yang termasuk dalam 38 jenis Desmidiaceae, 35 jenis Diatomae, 5 jenis ganggang biru hijau, 30 jenis Chlorococcales, dan 11 jenis lainnya (Timotius dkk, 1979). Selanjutnya Silalahi dkk (1989) menemukan 147 marga fitoplankton. Marga yang mendominasi pada waktu itu adalah Lyngbya, Melosira, dan Staurastrum.
3. Sosial, Ekonomi dan Budaya
a. Perkembangan PendudukSampai tahun 2005, jumlah penduduk di sekitar Danau Rawapening, meliputi wilayah Kecamatan Tuntang, Kecamatan Banyubiru, Kecamatan Ambarawa, dan Kecamatan Bawen mencapai 64.475 jiwa. Dari jumlah ini kebanyakan berada di Kecamatan Tuntang (Desa Kesongo) dan Kecamatan Banyubiru (Desa Banyubiru). Pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi di Kecamatan Tuntang, namun untuk pertumbuhan penduduk ditingkat desa terjadi di desa Tambakboyo, Kecamatan Ambarawa dan desa ini merupakan desa dengan tingkat kepadatan yang paling tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2 dan 3 dibawah ini.
Berdasarkan komposisi penduduk menurut pendidikan, kebanyakan lulusan Sekolah Dasar (SD) disusul Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun demikian penduduk yang belum menikmati pendidikan jumlahnya masih besar sehingga perlu mendapat perhatian secara khusus.
Berdasarkan data PDRB seperti pada tabel dan gambar di bawah ini dapat diketahui bahwa ekonomi Danau Rawapening sangat tergantung pada; (1) sektor industri; (2) sektor pertanian; (3) jasa-jasa; dan (4) Perdagangan dan restauran. Namun yang menarik adalah hadirnya sektor industri yang ada di sekitar Danau Rawapening tidak semua masyarakat dapat memasuki peluang pekerjaan ini.
Meskipun perairan Danau Rawapening dapat dimanfaatkan untuk usaha perikanan (budidaya dan penangkapan) tetapi hanya 2.251 orang (6,90%) yang memanfaatkan. Kondisi ini terjadi karena kebanyakan usaha perikanan yang berkembang di Danau Rawapening pemiliknya bukan berasal dari masyarakat di sekitar Danau Rawapening tetapi kebanyakan dari Kota Semarang dan nelayan di Danau Rawapening hanya sebagai buruh.
Berdasarkan latar belakang di atas, muncul sejumlah persoalan berkaitan dengan kependudukan diantaranya :
·Rasio manusia dan lahan yang relatif tinggi, sehingga menimbulkan konflik sosial kecemburuan dalam lapangan pekerjaan.Selain mata pencaharian di atas, sebenarnya belum tercatat dalam monografi aktifitas ekonomi masyarakat seperti; pencari gambut, pencari/pengrajin Enceng Gondok, dan usaha wisata (warung dan alat transportasi). Hal ini dapat dimengerti karena ketiga jenis pekerjaan tersebut bukan merupakan mata pencaharian pokok, namun merupakan mata pencaharian tambahan. Secara rinci, jumlah penduduk menurut mata pencaharian di sekitar Danau Rawapening.
· Kondisi tingkat pendidikan dan ketrampilan yang terbatas menyebabkan ketergantungan yang terlalu tinggi terhadap sumberdaya alam secara langsung.
· Keterbatasan pengetahuan dan teknologi masyarakat lokal untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan secara lebih produktif sangat kurang, tetapi dari segi lngkungan masih aman.
· Persepsi masyarakat atas peluang ekonomi yang cenderung masih bias ke sektor primer.
· Akibat tingginya ketergantungan masyarakat pada sektor primer dan tingginya kepadatan penduduk pada beberapa lokasi tertentu telah terjadi gejala konflik kepentingan dalam pemanfaatan faktor sumberdaya lahan.
· Sistem produksi dan distribusi masih berorientasi pada sistem subsistem, sehingga cenderung mengakibatkan sulitnya usaha terobosan dari kungkungan proses involusi yang mengarah ke gejala entropi.
·Tingkat kehidupan masyarakat yang masih rendah, sehingga dorongan melihat/mencari alternatif peluang ekonomi sangat rendah.
Beberapa aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat sekitar Danau Rawapening adalah sebagai berikut : (Suktikno, 2002).
· Petani
Pertanian yang dilakukan dan dikembangkan masyarakat sekitar Danau Rawapening adalah sawah yang ditumpangsarikan dengan palawija. Pertanian sawah mereka lakukan pada saat musim kemarau dengan padi jenis Barito, Ciliwung, IR 64, Sedani, Mbramo dan Pandawangi. Sedangkan di pematang sawah ditanami sayuran yang pada umumnya kacang panjang, cabe. tomat, buncis dan terong. Yang memprihatinkan adalah ada upaya untuk memperluas lahan sawah di kawasan Danau Rawapening sehingga akan merubah wajah danau ini menjadi dangkal, sempit dan tidak menarik. Kalau hal ini dibiarkan terus-menerus maka bisa diprediksikan nasib Danau Rawapening akan menjadi daratan.
· Nelayan
Masyarakat menangkap ikan yang ada di Danau Rawapening secara bebas menggunakan jenis alat pancing dan jala. Namun masyarakat juga memelihara ikan dengan menggunakan sistem keramba. Pada musim penghujan masyarakat juga memanfaatkan lahan sawah untuk memelihara ikan. Jenis ikan yang dipelihara pada umumnya lele, kutuk, sepat, betik, goyor, udang rawa, water hijau, keong dan belut. Hasilnya dipasarkan ke Salatiga, Ambarawa, Ungaran, Magelang dan Semarang oleh para pengepul. Selain menjual hasil tangkapan ke pengepul, masyarakat Danau Rawapening juga mengupayakan proses produksi ikan melalui home industri sehingga memperoleh nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Walaupun telah terbukti membawa dampak ekonomi bagi mencukupi kebutuhan keluarga, namun yang mengherankan masyarakat jarang sekali menabur benih agar tetap tersedia ikan yang memadai. Disinilah persoalan mental para nelayan yang perlu dibangkitkan untuk tidak hanya mengambil ikan tetapi juga menabur benih ikan, yang hasil juga akan dinikmatinya.
· Pengrajin Enceng Gondok
Karena banyak enceng gondok di Danau Rawapening, maka masyarakat juga memanfaatkannya dengan mengambil enceng gondok untuk dijadikan tempat jamur, pupuk, dan kerajinan. Pola masyarakat adalah setelah bahan diambil, disetorkan ke pengepul dan oleh pengepul dikeringkan dan setelah kering dibuat tali. Pekerjaan kerajinan ini umumnya dilakukan oleh ibu-ibu dan setelah terkumpul banyak dipasarkan ke Yogyakarta, Pekalongan, Bali dll. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam rangka meningkatkan ketrampilan pengrajin melalui berbagai bimbingan dan penyuluhan serta pelatihan. Namun sejauh ini belum menampakan hasil yang positif bagi pengrajin, karena pengrajin masih terpola hanya mencari dan mengambil enceng gondok untuk disetorkan ke pengepul, sehingga masyarakat belum menerima tambahan nilai ekonomis. Barang kali karena sikap masyarakat yang sering terlontar; ―begini saja sudah cukup dan mendapat uang untuk apa harus susah-susah lagi.
Sikap dan mental seperti inilah yang perlu dirubah di kalangan para pencari enceng gondok, agar tumbuh dan berkembang jiwa wirausaha, dengan tidak hanya mencari enceng gondok tetapi lebih dari itu mau berusaha untuk mengembangkan keterampilan untuk meningkatkan nilai ekonomi enceng gondok. Kesadaran inilah yang harus ditumbuhkan dikalangan pencari enceng gondok menajdi pengrajin enceng gondok.Pada sisi lain, tanaman air enceng gondok tumbuh secara liar dan kurang mendapatkan perhatian, sehingga perlu dikembangkan tatacara budidaya enceng gondok.
· Home Industri
Home industri yang berkembang sebagai hasil langsung keberadaan Danau Rawa Pening adalah keripik atau kerupuk ikan. Hasil home industri ini kebanyakan dipasarkan di daerah-daerah Parakan, Kabupaten Temanggung, Cilacap, Magelang, dan di pasar lokal terutama untuk memanfaatkan wisatawan yang berkunjung ke Rawa Pening. Home industri lain yang berkembang adalah yang memanfaatkan bahan dari hasil pertanian seperti keripik singkong, gandung, kimpul, slondok dengan pemasaran di daerah sekitar, seperti; Kota Salatiga, Ambarawa, Banyubiru, Ungaran dan di perkampungan.
Jenis home industri yang memanfaatkan potensi langsung dari keberadaan Danau Rawa Pening adalah kerajinan dari enceng gondok. Data dari Dinas Perindustrian Kabupaten Semarang, memperlihatkan jenis-jenis kerajinan, antara lain: anyaman enceng, keranjang, tas, sandal, tempat tisue, becak, meja, kursi, dan keranjang. Hingga tahun 2009, investasi yang digunakan untuk mengelola usaha kerajinan dari enceng gondok mencapai Rp. 29.900.000,- dan lokasi berada di 3 (tiga) Kecamatan; yaitu: (1) Kecamatan Banyubiru (Desa Gedong, Rowoboni, Tegaron, dan Kebondowo); (2) Kecamatan Jambu tepatnya Desa Brongkol; dan (3) Kecamatan Tuntang (desa Kesongo dan Lopait).
Dunia perdagangan muncul karena nelayan, petani, pengrajin dan home industri harus memasarkan barang dagangannya sehingga memunculkan pedagang menjadi profesi di kalangan masyarakat Danau rawa Pening.
Pada sisi yang lain pedagang juga muncul sebagai akibat dari berkembangnya Danau Rawa Pening sebagai kawasan wisata. Pada umumnya masyarakat Danau Rawa Pening membuka warung untuk menyediakan berbagai kebutuhan pokok terutama di sekitar kawasan wisata (Bukit Cinta) maupun di lokasi-lokasi tempat penyewaan perahu untuk kepentingan para pemancing. Kebutuhan yang dimaksud kebanyakan berbentuk makanan (ikan dan bebek), minuman, barang-barang klontong dll.
Dunia perdagangan di sekitar Danau Rawapening mempunyai potensi untuk berkembang terutama dengan adanya kawasan wisata, namun perlu dikembangkan sikap dan perilaku yang sopan, santun, rapi, simpatik, dan bersih. Selain itu perlu dikembangkan cara-cara untuk menata barang-barang yang akan dijual agar lebih bersih dan rapi. Dengan demikian dapat menarik wisatawan untuk membelanjakan uangnya serta menjadi faktor utama untuk mengembangkan pariwisata di Danau Rawapening.
· Peternak
Para peternak yang memanfaatkan keberadaan danau Rawapening secara langsung adalah beternak bebek. Cukup banyak masyarakat yang memelihara bebek karena perairan Danau Rawapening dapat menjadi lokasi untuk mengembangkan pertumbuhan ternak bebek. Rata-rata pemilikan bebek masyarakat di Danau Rawapening adalah 50 ekor – 100 ekor. Di daerah Kecamatan Banyubiru, ternak bebek menjadi ciri khas sehingga para wisatawan yang hendak makan bebek goreng akan datang ke daerah di Kecamatan Banyubiru. Image atau citra seperti ini yang kemudiaan menjadikan Kecamatan Banyubiru terkenal dengan bebeknya.
· Jasa Perahu
Keberadaan objek wisata yang ada di Danau Rawapening memberikan peluang munculnya usaha jasa perahu untuk mengantar para wisatawan menikmati keindahan Danau Rawapening atau untuk mengantarkan para pemancing ketengah danau. Aktifitas semacam ini semakin berkembang dan masyarakat secara mandiri mengembangkan usaha pembuatan perahu sampan dan perahu motor untuk disewakan dan atau dimanfaatkan mengantarkan para wisatawan. Intensitas terbanyak untuk memeberikan jasa perahu terjadi pada hari Sabtu dan Minggu.
· Mengambil Gambut
Dari data memperlihatkan bahwa ada beberapa orang pengusaha yang secara khusus mengembangkan usaha pengambilan gambut. Setiap harinya gambut yang diambil dengan menggunakan perahu dan setiap harinya diperkirakan ada 100 perahu yang beroperasi dan setiap perahu dapat menghasilan gambut basah sebanyak 4 kwintal. Diperkirakan setiap harinya, gambut basah yang diambil mencapai 50 ton dan sebagian besar digunakan untuk media jamur dan kompos dengan pemasaran di Probolinggo, Malang dan Jakarta.
· Pemancingan
Usaha pemancingan di sekitar Danau Rawapening berkembang sangat pesat. Belum ada identifikasi secara khusus tentang usaha ini, tetapi sejauh pengamatan usaha pemancingan ini dilakukan agar para wisatawan selain menikmati alam juga dapat memancing ikan dan hasil pancingan tersebut kemudian akan dinikmati.
Meskipun masyarakat Danau Rawapening sudah memiliki usaha seperti yang dijelaskan namun dalam banyak hal muncul berbagai permasalahan, diantaranya :
· Kecilnya skala unit usaha pada beberapa sektor yang mengakibatkan rendahnya produktifitas dan kesempatan kerja, serta rendahnya pendapatan masyarakat.
· Rendahnya pendapatan masyarakat terutama pada sektor primer mengakibatkan respon masyarakat terhadap gagasan baru atau alternatif peluang usaha yang dipandang beresiko cenderung rendah.
· Rendahnya skala produksi mengakibatkan tingginya ketergantungan petani pada pedagang perantara. Keadaan ini selanjutnya mengakibatkan posisi petani dalam tata niaga produksi pertanian menjadi rendah.
· Terbatasnya sumber permodalan yang dapat dipahami dan dianggap layak dalam kerangka ekonomi skala sangat kecil.
· Kurangnya akses pada sumber-sumber modal untuk usaha lokal.
c. Tingkat Kemiskinan Masyarakat
Masalah kemiskinan juga menjadi kendala untuk memulihkan kondisi Danau Rawapening sebagaimana yang diharapkan. Prosentase penduduk miskin di wilayah sekitar Danau Rawapening masih tinggi terutama di beberapa desa, seperti desa Rowoboni, Rowosari, Kesongo, dan Bajelan (Sumber : Sutarwi, 2008). Karenanya dalam melaksanakan upaya-upaya pemulihan danau ini variabel-variabel kemiskinan perlu mendapatkan perhatian.
d. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat
Dalam konteks budaya Jawa, kawasan Danau Rawapening merupakan salah satu kawasan tua dimana budaya dan sejarahnya berproses. Bukan hanya legenda Baru Klinting yang melekat dengan Rawapening, realitas sejarah juga menunjukkan jejak awal kebudayaan Jawa di kawasan ini, yaitu; Candi Gedong Songo, kota tua Banyubiru, Salatiga serta Ambarawa yang penuh dengan peninggalan sejarah (Majalah Telaga edisi 11 Tahun 2002, Percek Press).
Ditinjau dari etnis, masyarakat yang tinggal di sekitar Danau Rawa Pening cenderung homogen yaitu hampir semuanya merupakan suku Jawa, sehingga budaya kehidupan sehari-hari adalah budaya Jawa. Salah satu ciri budaya tersebut adalah tradisi berupa kearifan lokal dengan melaksanakan selamatan, yaitu; tradisi nenek moyang yang diyakini dapat membawa berkah dan keselamatan bagi mereka.
Latar belakang keagamaan, sebagian besar memeluk agama Islam (93,73%), diikuti Katolik (3,54%), Kristen Protestan (2,59%), Hindu (0,7%), dan Budha (0,7%). Tempat Ibadah yang ada di sekitar Danau Rawapening adalah 83 mesjid, 188 mushola, dan 1 pura.
Kegiatan sosial kemasyarakatan yang ada di masyarakat sekitar Danau Rawapening meliputi; ronda, jimpitan beras, gotong royong, perayaan hari besar keagamaan, perayaan hari besar nasional, hajatan, olah raga, kesenian. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan sangat tinggi.
Lembaga-lembaga sosial masyarakat yang ada antara lain; Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Kelompok Tani, Kelompok Nelayan, Kelompok atas dasar kegiatan ekonomi (usaha warung, usaha transportasi, pengambil gambut, pengrajin Enceng Gondok, dll), kumpulan ibu-ibu PKK, dan Karang Taruna.
Pada tahun 1996, kelompok tani nelayan dari semua desa di sekitar Danau Rawapening berjumlah 23 kelompok dan beranggotakan 1.336 petani nelayan membentuk sebuah Paguyuban Petani Nelayan yang dinamakan Paguyuban Kelompok Tani Nelayan Sedyo Rukun. Kelompok ini kemudian yang menjadi cikal bakal terbentukanya Forum Rembug Rawapening tahun 2004 dan pada tahun 2008 berubah menjadi Forum Koordinasi Rawapening.
C. PERMASALAHAN EKOSISTEM DANAU
1. Kerusakan Daerah Tangkapan Air (DTA)
a. Adanya penambangan galian golongan C yang tidak terkendali untuk mengambil galian andesit (berpengaruh negative terhadap lingkungan), dan bahan galian sirtu menjadi penyebab munculnya permasalahan tanah longsor,b. Tidak aman dan terganggunya kelestarian sumber air karena pengambilan air baku secara berlebihan oleh ‘pengusaha‘ di sumber atau mata air atau di hilir danau Rawapening yang tidak diimbangi dengan konservasi seperti di Kecamatan Jambu oleh ‘PDAM‘, pengambilan air di desa Kebumen, dan sungai Tuntang,
c. Alih fungsi tanah untuk pemukiman dan pertanian yang tidak ramah lingkungan banyak terjadi di daerah lereng catchment area Rawapening seperti Kebumen, Tegaron dan Sepakung bagian atas,
d. Tingkat kelerengan lahan yang curam (lebih dari 25 %) menjadi penyebab tingginya run off dan sulit untuk dihijaukan
e. Kondisi vegetasi penutup tanah lebih didominasi penggunaan lahan untuk tegalan/kebun sehingga berpotensi menjadi lahan kritis yang setiap tahunnya meningkat.
f. Kerusakan hutan di lokasi perkebunana perhutani yang belum tertangani juga menjadi penyebab meluasnya lahan kritis,
g. Masih belum seimbangnya antara upaya untuk melakukan rehabilitasi hutan dan lahan dengan luas lahan kritis yang harus ditangani. Hal ini terlihat masih banyak lahan gundul terutama gunung Telomoyo, gunung Kendil dan gunung Ungaran akibat terjadi kerusakan lahan sehingga menimbulkan tingkat erosi yang tinggi dari daerah hulu, dan menghasilkan sedimentasi yang besar di daerah hilir (danau Rawapening), serta munculnya daerah dataran banjir,
h. Tidak terpeliharanya bangunan-bangunan sipil teknis seperti dam, dan gully plat untuk menahan laju erosi yang masuh ke kawasan inti danau Rawapening,
i. Belum adanya arah untuk melakukan pengelolaan wisata dengan memperhatikan kelestarian lingkungan,
j. Semakin tidak terkendalinya pemanfaatan ruang terbuka untuk kepentingan pengembangan wilayah/kota menyebabkan terjadinya penyimpitan daerah-daerah resapan air.
2. Kerusakan Sempadan
Tingginya potensi konflik dari para pemanfaat daerah lahan pasang surut secara berlebihan untuk kepentingan pertanian.
3. Pencemaran Perairan
a. Eksploitasi sumberdaya alam secara maksimal, menjadikan daya dukung lingkungan menurun dengan drastis seperti keadaan di badan air/inti Rawapening yang saat ini sudah nyaris menjadi daratan karena pendangkalan/sedimentasi yang sangat tinggi dan padatnya gulma air (terutama enceng gondok, ganggeng rante),
b. Tingginya potensi konflik dari para pemanfaat potensi perairan Rawapening seperti :
· Penggunakan alat tangkap ikan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
· Pola pengambilan enceng gondok yang tidak ramah lingkungan berdampak terhadap pendangkalan danau dan pemotongan batang enceng gondok yang
tidak memenuhi standar pemesanan mengakibatkan kinerja yang murah karena
apa yang dihasilkan tidak dapat dibayar.
c. Terancamnya kelestarian volume, jumlah dan kualitas air danau Rawapening yang berdampak pada aktifitas perikanan, pengairan sawah di hilir, operasi PLTA,
d. Tidak tegaknya pengaturan air oleh pintu air (PLTA) Tuntang menimbulkan konflik antara petani lahan pasang surut rawa (kabupaten Semarang) dengan petani hilir (terutama kabupaten Grobogan); bagi petani rawa akan merasakan kesulitan air pada musim kemarau jika air dialirkan ke hilir dan akan kelebihan air pada musim penghujan kalau air tidak dialirkan ke bawah, yang mengakibatkan tanaman tidak dapat hidup, dan selanjutnya petani tidak dapat panen. Begitu sebaliknya bagi petani di hilir, jika musim kemarau pintu tidak dibuka maka petani hilir akan kekurangan air, sehingga mendorong terjadinya konflik.
e. Penangkapan ikan secara liar (menggunakan alat strom dan racun) menimbulkan konflik antar nelayan di Rawapening, karena menurunya perolehan hasil tangkapan ikan rata-rata per hari menjadi 0 – 5 kg,
f. Tidak ada pengaturan penambangan gambut yang berpihak kepada kepentingan masyarakat di Rawapening menyebabkan sebagian besar keuntungan lebih
dinikmati oleh pengusaha,
g. Dangkalnya rawa menjadikan turunnya nilai jual potensi rawa untuk pariwisata, sementara wisata air sangat terbatas jumlahnya, hal ini mengakibatkan kerugian bagi jasa wisata yang menyewakan perahu dan makanan lainnya,
h. Sedimentasi yang terjadi di daerah inti danau mengakibatkan banjir di daerah sekelilingnya dan menggenangi terutama sawah pasang surut,
i. Pengambilan air baku di Kanal Tuntang pada saat musim kemarau menimbulkan keresahan antara petani hilir dan petani di badan/inti air yang saat ini ke dua petani merasakan kekurangan air karena air rawa sudah menyurut di tambah pengambilan air oleh PDAM Kabupaten Semarang di Kanal Tuntang,
j. Pada musim kemarau terjadi kekurangan air mengakibatkan kekhawatiran PLTA Jelok-Timo tidak dapat mengoperasikan turbin, sementara PLTA Jelok-Timo merupakan interkoneksi listrik untuk kepentingan Jawa-Bali,
k. Adanya iuran air ke P3A, hal ini yang mendorong konflik antara anggota dengan pengurus, pengurus dengan pihak lain yang terkait apabila air tidak dapat memenuhi kebutuhan. Hal ini sering terjadi terutama pada saat musim kemarau di bagian hilir,
l. Menurunnya kualitas air danau Rawapening karena berbagai aktifitas sepeti limbah rumah tangga, sisa-sisa makanan ikan, sisa-sisa aktifitas pertanian dan erosi,
m. Sarana dan prasarana yang ada belum sepenuhnya mendukung usaha pariwisata, n. Manajemen usaha wisata kurang memperhatikan aspek pelestarian.
(a) Kelembagaan Kawasan Rawapening
a. Belum optimalnya kelembagaan yang ada sehingga belum ada pengelolaan air yang mantap, akibatnya setiap beneficieries bertindak bebas tanpa ada peraturan yang mengatur setiap aktivitas baik di daerah catchment area maupun inti danau Rawapening, yang cenderung menimbulkan konflik.
b. Belum dimilikinya grand desain sehingga arah action plan tidak jelas bagi dinas/instansi yang terkait, sehingga program-program yang dijalankan bersifat sektoral yang mengakibatkan overlapping program dan pemborosan,
(b) Permasalahan Sumberdaya Manusia
a. Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada di kawasan Rawapening kurang ramah terhadap lingkungan mendorong meningkatnya suksesi Rawapening
b. Pertumbuhan dan jumlah penduduk cenderung meningkat yang diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan sehingga akan menambah daya dukung lingkungan, dan
c. Semakin bertumbuh kembangnya industri yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, namun berdampak negatif terhadap meningkatnya pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah maupun udara.
Pemerintah telah mengupayakan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, namun upaya tersebut belum dapat menghasilkan sesuatu yang optimal. Hal ini perlu ada dukungan kerjasama yang baik antara berbagai para pemangku kepentingan yang ada serta di dukung dengan dana yang memadai. Di samping itu, pedoman penanganan kawasan Rawapening yang terpadu dan operasional yang telah disusun dalam bentuk action plan hendaknya dapat menjadi dokumen resmi pemerintah daerah sehingga dapat menjadi acuan bagi pengelolaan kawasan Rawapening.
D. RENCANA AKSI TINDAK
Kelompok Kerja Manajemen1. Penataan Ruang
Program pemanfaatan dan pengendalian tata ruang dan penataan kawasan Rawa
Pening secara komprehensif.
2. Perencanaan Pembangunan
Program peningktan kapasitas kelembagaan perencanaan pembangunan daerah
· Kerjasama antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota.
· Penguatan dan pengembangan pengelolaan kawasan Rawa Pening.
3. Penanaman Modal
Pengembangan iklim investasi
· Penyusunan Mapping potensi investasi di Kawasan Rawa Pening
· Promosi Peluang Investasi
4. Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
Pengembangan dan pembaharuan peratuaran perundangan di daerah
· Penyusunan instrumen regulasi pengelolaan kawasan Rawa Pening
Kelompok Kerja Konservasi
1. Pekerjaan umumProgram pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, danau dan jaringan pengairan lainnya.
· Pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, danau dan jaringan pengairan lainnya.
· Program penyediaan dan jaringan pengairan lainnya.
· Program penyediaan dan pengelolaan air baku.
· Program pengembangan, pengelolaan dan konservasi sungai, danau dan sumberdaya air lainnya.
2. Lingkungan Hidup
Program pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
· Pengendalian kerusakan dan konservasi sumber daya alam.
· Program perlindungan dan konservasi sumberdaya alam.
· Program rehabilitasi dan pemulihan SDA.
3. Kehutanan
Program pengelolaan dan pemanfaatan hutan :
· Pembinaan dan penertiban industri hasil hutan.
· Pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya hutan.
· Perencanaan dan pengembangan hutan.
4. Energi dan Sumber Daya Mineral
Pengembangan pertambangan dan air tanah
· Pembinaan dan pengawasan bidang pertambangan
5. Pertanahan
Penataan, penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
· Penataan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
Kelompok Kerja Budidaya dan Pendampingan
1. Kelautan dan Perikanan
Pengembangan budidaya perikanan
· Pengembangan kawasan budidaya perikanan air tawar
· Pengembangan perikanan tangkap
· Pengembangan kawasan peningkatan ikan
2. Pariwisata1. Kelautan dan Perikanan
Pengembangan budidaya perikanan
· Pengembangan kawasan budidaya perikanan air tawar
· Pengembangan perikanan tangkap
· Pengembangan kawasan peningkatan ikan
Program Pengembangan Destinasi
· Pengembangan kawasan pariwisata berwawasan lingkungan dan budaya
3. Penataan Ruang
Program pemanfaatan dan pengendalian tata ruang
· Pengembangan kawasan pariwisata berwawasan lingkungan dan budaya
· Perluasan kawasan pengembangan peternakan.
· Perluasan kawasan pengembangan pertanian pasang surut.
· Pengembangan kawasan budidaya perikanan.
· Sinkronisasi program pengembangan pertanian, kehutanan, perikanan.
4. Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
Program Penguatan, Pengembangan, Pengawasan Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah (KUKM).
· Pengembangan manajemen bagi UMKM
5. Pemberdayaan Masyarakat dan desa
· Pengembangan komunitas sadar akan pelestarian Kawasan Rawa Pening.
· Pemasyarakatan dan pemanfaatan Teknologi tepat guna di perdesaan.
6. Industri
Program Pengembangan IKM
· Peningkatan keterampilan dan pengembangan teknologi produksi IKM
· Pengembangan dan peningkatan kualitas bahan baku IKM enceng gondok
Kelompok Kerja Monitoring dan evaluasi
1. Perencanaan Pembangunan
Peningkatan Kapasitas Perencanaan Pembangunan daerah
· Penyusunan indikator keberhasilan program pengembangan Kawasan Dananu Rawa
· Pengembangan Komunikasi, Informasi dan Media Masa
· Penyusunan sasaran kinerja program pengembangan Kawasan danau Rawa Pening
· Penyusunan perencanaan dan pelaksanaan studi, tinjau lapangan dan evaluasi program pengembangan Kawasan danau Rawa Pening
· Monitoring dan evaluasi terhadap program pengelolaan Kawasan Rawa Pening.
Comments
Post a Comment